My Photo
Name:
Location: DKI Jakarta, Indonesia

Monday, November 28, 2005

Krisis Public Relation

Komunikasi adalah salah satu bagian saja dari berberapa tugas yang diamanahkan. Tugas-tugas ini dikelompokkan menjadi Komunikasi, Legal dan Hubungan lembaga. Masing-masing dapat diturunkan menjadi aktifitas dengan arah dan sasaran yang terukur. Dari sisi perencanaan kegiatan dan budget aktifitas komunikasi sebenarnya lebih dapat direncanakan. Tak heran pencapaian pelaksanaan prosen budget anggaran kegiatan komunikasi dan program Corsec secara umum mendekati perencanaan – jika tidak dikatakan paling mendekati rencana dibanding divisi lain.

Komunikasi

Komunikasi menjadi program penting sehingga bagian yang lumayan sering banyak mendapat perhatian lembaga. Meski ukurannya tak nampak jelas, namun komunikasi yang disuguhkan telah dan terus terus dikritisi. Tentu maksudnya agar mengarah kepada kebaikan dan kondisi yang optimal.

Komunikasi di DD sebenarnya disusun atas dua pilar. Pertama kebijakan komunikasi, seperti mazhab, strategi dan teori tertentu yang dipilih, dan yang kwedua adalah langkah taktis tertentu yang membuat DD dapat menjalankan strateginya dengan baik and mendapat out come yang dicitakannya. Keduanya sama pentingnya.

Awal cawu lalu kita pilihkan strategi komunikasi kita, membangun suatu bentuk tutur pesan yang lebih kuat, efektif dan tentu saja efisien. Dan breakdown pun dibuat. Job desc, ukuran keberhasilan dan target di susun. Penulis baru direkrut. Maka ketika ditengah jalan saya diminta memikirkan lagi strategi komunikasi DD, saya melihatnya memang telah disepakati ukuran tertentu oleh teman-teman sehingga program komunikasi kita memang – dalam bahasa saya - mengalami krisis.

Ahad pagi itu sara relakan tak ikut maulidan di As Surur, cari buku di Gramedia Bogor. Cari inspirasi. Saya bertemu buku kecil berjudul Krisis PR. Renungan saya meng-iyakan, DD memang telah mengalami krisis PR.


Komunikasi dan DD

DD dilahirkan oleh orang media. Sejarah telah mencatat itu. Bahkan DD mencatat benar kolom pertama dan daftar nama-nama donator yang diterbitkan di republika sebagai sesuatu. Selebihnya DD memang dibesarkan dengan tulisan-tulisan di Republika, Koran yang saat itu memang jadi corong keberpihakan ummat.
Erna Witular mengakui DD memang dilahirkan dengan memadukan kekuatan organisasi dan efek tulisan media. Dan dalam beberapa tahun kita saksikan tulian mas Eri jadi kereta penarik gerbongnya. (Saya fikir ini mirip dengan besarnya DT dengan pidato-pidaato dan ceramah Agym, atau memang tak tepat benar). Kita bangun lembaga, kita raih kepercayaan publik dengan program PR media. Mungkin ini terasa agak ekstrim. Selebihnya masyarakat memang percaya kepada DD karena programnya riil dilapangan. Ya! Kita acungkan jempol empat kepada pemilik program. Tapi tanpa dituliskan, darimana public tahu?
Lihatlah hari ini. Ketika harga kolom di Koran jadi mahal, Manajemen kita bukan penulis yang andal seperti dulu, manajemen harusnya tak jalan ditempat lagi. Bukankah ini tantangan yang ditunggu?


Simpul Terlemah

Pepatah manajemen mengatakan suatu jalinan akan kuat, manakala simpul terlemahnya mendapat perhatian dan penguatan-penguatan.

Apa simpul terlemah komunikasi kita? Apakah di dimensi filosopi, , apakah pada dimensi strategi, atau dimensi taktis dan teknis. Ciri krisis PR sedang terjadi salah satunya adalah kala kita merasa semua simpul kita terasa lemah. Dan kita lalu kehilangan kepercayaan diri.

Benarkah komunikasi kita tak ada hasilnya, membuang biaya, tak dapat mengangkat citra lembaga? Bisa jadi memang ya!

Saya sendiri merasa kita selalu tak yakin dengan pilihan kebijakan yang kita pilih. Saya katakan pilihan karena memang kita bisa memilih sekian banyak gaya komunikasi dengan semua filosopinya (ingat diskusi panjang dengan mas Dian Subromo yang meruntuhkan kredo jurnalisme AIR MATA dan menggantikannya dengan kolom yang lebih rasional). Kita juga memilih media, waktu terbit, ukuran, warna atau hitam-putih dan pilihan lain yang sedbenarnya sulit diukur (saya melayani penelitian tentang efek iklan kita di media, tapi tak bisa mengukur efek sedetil ini). Kalaupun saya salah mengira ini, saya dapat memastikan kebijakan komunikasi kita memang telah diubah-ubah semau kita tanpa jadual yang jelas. Hanya satu saja yang membuat saya mentolerir ini. Semua karena niat yang baik membesarkan lembaga.

Selebihnya masalahnnya bisa saja human error. Bisa salah manajerialnya bisa kurang terampil operatornya. Artinya salahnya tetap di pundak saya, penangung jawab komunikasi DD. Padahal coba kuliah komunikasi, banyak baca buku komunikasi, tapi didepan para pendekar di DD saya merasa tak mumpuni. Kadang ketika dialog dan kehabisan akal menangkis dakwaan, saya ingin sampaikan “apa yang anda mau, tuliskanlah lengkap, nanti saya kerjakan.” Pertanyaannya kemudian adalah apakah saya diberi wewenang manentekuan strategi untuk mencapai target lembaga, ataukah strategi telah disediakan dan saya fikirkan taktisnya saja.


Mengukur Kerja Komunikasi

Sayangnya program komunikasi tak punya tolok ukur out come yang jelas. Paling ada hanya out put. Lumayan kalau ini bisa didefinisikan walau saya yakin bisa bias, lumayan sebagi ukuran kerja.

Ada beberapa cara mengukur keberhasilan dan ketidak berhasilan pekerjaan dari sisi out put. Pertama canangkan apa yang harus diraih pada periode tertentu. Harus detail bukan? Misalnya targetkan terpampangnya sekian iklan B/W seperempat halaman HU Republika, bergaya feature program, menampilan foto, dan rekening DD, dengan judul yang disetujui Primpinan. Ini misalnya saja. Juga targetkan demikian untuk program kommunikasi TV, iklan TV, event, promosi, penerbitan buku, design, communication tolls, annual repport, press release, Atribut, signing. Target ini juga bisa diterapkan ke program komunikasi non produk misalnya kunjungan, forum-forum, hubungan lembaga, dll.

Ukuran juiga bisa dibuat dengan membuat pernyataan jangan begini, jangan begitu, tidak melebihi anggaran, tidak mencapai kondisi tertentu yang tidak diinginkan dsb.

Idealnya ukuran ini ditetapkan diawal, dituliskan agar tak lupa. Kalau seseorang berani memegang amanah ini maka akan dihukum kalau pada periode tertentu tak bisa memenuhinya. Diberi amanah lagi hanya jika mampu menjalankannya.

Ukuran ini yang menentukan kita berada di mana. Apakah kita sehat atau sakit. Obat apa yang diperlukan.

Keluar dari krisis

Usulan saya untuk keluar dari krisis PR adalah :l
Tetapkan filosopi, tetapkan pilihan mazhab komunikasi, kredo-kredo komunikasi yang harus diikuti dsb
Kaji tim (bisa juga diadakan tes ulang kompetensi buat tim komunikasi, pilih yang loyal saja)
Tentukan Ukuran-ukuran
Tentukan bench mark dan pesaing komunikasi
Tetapkan program, anggaran dan waktu pencapaian
Evaluasi
Dengarkan nasihat dari ahli.

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home